Komnas HAM RI: Permasalahan Guru Honorer adalah Permasalahan Hak Asasi Manusia
Jakarta, Pilarnkri.com
Sehubungan dengan permasalahan tenaga guru honorer yang beberapa hari belakangan ini kembali mendapat perhatian dari pemerintah, publik, dan media massa yang hampir bersamaan dengan Peringatan Hari Guru Nasional pada 25 November 2020, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) perlu untuk menyampaikan kepada publik melalui keterangan pers ini hal-hal sebagai berikut.
Komnas HAM RI menerima beberapa pengaduan mengenai permasalahan guru honorer pada tahun 2018-2019 diantaranya dari wilayah Nganjuk, Batam, Bekasi, Sulawesi Barat yang menyampaikan permasalahan terkait ketidakjelasan mekanisme pengangkatan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan/atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), permintaan diangkat menjadi CPNS/CPNSD, kesenjangan pendapatan, tunjangan, dan perbedaan fasilitas yang diterima, permintaan kesamaan bentuk kesejahteraan, dan permasalahan pembayaran gaji.
Sehubungan dengan adanya pengaduan yang disampaikan kepada Komnas HAM RI tersebut, kemudian Komnas HAM RI berdasarkan Keputusan Sidang Paripurna Nomor 1/SP/I/2019 Bulan Januari tahun 2019 membentuk Tim Bentukan Sidang Paripurna Terkait Penanganan Kasus Guru Honorer guna menindaklanjuti pengaduan tersebut. Tim ini dibentuk untuk melakukan pendalaman dan pengamatan pelaksanaan HAM atas permasalahan guru honorer tidak hanya berbasiskan kasus per kasus karena permasalahan guru honorer juga terjadi di banyak tempat di Indonesia.
Permasalahan guru honorer sangat berkaitan dengan aspek regulasi dan aspek hak asasi manusia. Aspek regulasi sangat penting bagi guru honorer salah satunya sebagai payung hukum dengan tujuan jaminan atas keberadaan dari guru honorer dalam pemenuhan hak. Selain itu, aspek HAM sangat penting dalam melindungi, memenuhi, memajukan dan menghormati HAM. Aspek HAM atas permasalahan guru honorer ini terutama berkaitan dengan hak atas pekerjaan dan hak atas pendidikan. Pemenuhan HAM merupakan tanggung jawab yang dibebankan oleh negara. Kegagalan dalam melaksanakan salah satu kewajiban merupakan suatu bentuk pelanggaran HAM, baik yang tergolong dalam hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial, budaya seperti halnya pemenuhan HAM terhadap guru honorer.
Secara umum problem guru honorer mencakup 2 (dua) aspek, yaitu:
1. Problem Aspek Normatif
a. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil;
b. Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 814.1/169/SJ tanggal 10 Januari 2013 menegaskan tentang larangan pengangkatan honorer setelah tahun 2005 kepada seluruh Gubernur, Walikota dan Bupati di seluruh Indonesia;
c. UU Nomor 5/20014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 1 angka 1 yang membagi dua jenis pegawai pada instansi pusat dan Daerah yakni PNS DAN Pegawai Pemenrintahan dengan perjanjian kerja tertentu;
d. PP No 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tepatnya Pasal 16-18 mengatur bahwa para guru honorer dan/atau tenaga honorer harus melamar sebagai pekerja (karena melalui proses pendaftaran), harus memenui syarat-syarat tertentu dan mengikuti proses seleksi yang mereka nilai cukup ketat, karena terbuka untuk umum;
e. PermenPAN-RB Nomor 36 Tahun 2018 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan PNS dan Pelaksanaan seleksi Calon PNS, pada bagian penjelasan terdapat aturan yang mewajibkan para tenaga honorer mengikuti proses seleksi yang cukup panjang dan sesuai ada atau tidaknya kebutuhan formasi dan lowongan pada instansi dituju; dan
f. PermenPAN-RB Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pengadaan PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja), Pasal 7 dijelaskan bahwa “Anggaran pelaksanaan pengadaan PPPK Tahun 2019 dibebankan pada anggaran masing-masing kementerian/lembaga dan pemerintah daerah”.
2. Problem Aspek Praktis
a. Kebutuhan hidup (remunerasi);
b. Otonomi daerah;
c. Kualifikasi dan kapasitas: syarat umur, syarat minimal pendidikan, dan tidak lulus tes; dan
d. Distribusi guru honorer tidak merata.
Dalam persoalan guru honorer dan non-guru honorer ada beberapa poin penting yang menjadi hasil temuan:
1. Awal munculnya permasalahan guru honorer yaitu dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan tetapi sampai saat ini belum juga selesai. Setelah dikeluarkannya PP tersebut tidak ada lagi pengangkatan guru honorer, adapun pengangkatan PNS dan P3K.
2. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut belum dapat menyelesaikan permasalahan tenaga honorer, kemudian pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya diterbitkan Surat Edaran Menpan Nomor 5 Tahun 2010 sebagai acuan melakukan pendataan ulang Tenaga Honorer. Hasil pendataan tersebut disampaikan ke BKN RI;
3. Penanganan permasalahan guru honorer dapat diwujudkan dengan melakukan sinergi regulasi dan pedoman praktis antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; Berdasarkan kegiatan lapangan yang dilakukan Tim, ditemukan bahwa Pemerintah Kota Bekasi telah mencoba mewujudkan hal tersebut;
Pemerintah Kota Bekasi telah memiliki Peraturan Walikota tentang Pengangkatan Tenaga Honorer baik guru maupun non-guru menjadi Tenaga Kerja Kontrak (TKK) yang nantinya dapat dijadikan modalitas dalam penanganan guru honorer maupun pegawai honorer (non- guru);
4. Pengangkatan guru honorer diperlukan adanya payung hukum, dalam hal ini diperlukan sebuah regulasi yang spesifik dan komprehensif mengatur manajemen dan penanganan permasalahan guru honorer;
5. Berkaitan dengan gaji guru honorer masih tergantung dari kemampuan daerah;
6. Berdasarkan informasi yang disampaikan dari Kemendikbud, Kemenpan RB dan BKN RI masih banyak ditemukan pengangkatan guru honorer oleh Kepala Sekolah. Terkait tenaga honorer yang diangkat di sekolah penanganannya tergantung pada Pemda;
7. Terkait tes guru honorer menjadi PPPK menjadi permasalahan bagi guru honorer yang berusia lanjut. Masih ada beberapa syarat yang menjadi kendala bagi guru honorer diantaranya terkait umur, kompetensi dan kualifikasi termasuk Pendidikan. Hal ini mengacu pada data tahun 2006 dan 2007, banyak sekali guru dengan kualifikasi SMA. Oleh karena itu diperlukan kebijakan afirmatif dari Pemerintah terhadap para guru honorer agar tidak memberatkan mereka dalam proses pengangkatan menjadi PPPK;
8. Belum meratanya jumlah guru di beberapa daerah di Indonesia yang sulit ditangani karena adanya ketentuan pembagian kewenangan pengelolaan pendidikan dalam UU Pemerintahan Daerah. Berdasarkan UU Pemerintahan Daerah, kewenangan pengangkatan dan redistribusi guru ada pada pemerintah daerah sehingga pemerintah pusat tidak dapat secara langsung melakukan redistribusi guru;
9. Kekurangan guru di sekolah negeri yang disebabkan oleh jumlah rekruitmen guru yang lebih kecil dari jumlah guru yang pensiun. Hal ini memicu pengangkatan guru honorer yang di kemudian hari justru menuai permasalahan;
10. Kebijakan atas permasalahan guru honorer cenderung bersifat sektoral antara Kementerian PAN RB, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan BKN RI. Oleh karena itu harus ada kebijakan terintegrasi antara kementerian/lembaga ini agar permasalah guru honorer dan non-guru honorer dapat terselesaikan secara komprehensif.
Kebijakan Pemerintah mengenai permasalah guru honorer sebagaimana yang baru-baru ini disampaikan oleh Wakil Presiden RI, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Keuangan seharusnya merupakan kebijakan yang dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara komprehensif dan tuntas, bukan kebijakan parsial dan tidak tuntas.
Komnas HAM RI dalam waktu dekat akan mengirimkan laporan akhir pengamatan pelaksanaan HAM atas permasalahan guru honorer kepada Presiden Republik Indonesia dan para menteri terkait.
Demikian keterangan pers ini dibuat dalam rangka mendorong upaya bersama menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemajuan, perlindungan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Jakarta, 25 November 2020 Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI
Munafrizal Manan
Wakil Ketua Bidang Internal/ Ketua Tim Penanganan Kasus Guru Honorer
Narahubung:
Munafrizal Manan (0813-8852-5901)