Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
FeaturedNasional

*TEROR SIGI: Usut Tuntas Tindak Terorisme secara Transparan dan Bertanggung Jawab!*

29
×

*TEROR SIGI: Usut Tuntas Tindak Terorisme secara Transparan dan Bertanggung Jawab!*

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

*TEROR SIGI: Usut Tuntas Tindak Terorisme secara Transparan dan Bertanggung Jawab!*

 

Example 300x600

Jakarta, Pilarnkri.com

 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengucapkan turut berduka cita kepada seluruh korban serta mengecam keras aksi teror yang terjadi di Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada Jumat, 27 November 2020 sekitar pukul 09.00 WITA. Dalam kejadian ini, enam rumah warga dan satu rumah tempat ibadah pelayanan umat dibakar serta empat orang korban tewas dibunuh, yakni Yasa, Pinu, Naka dan Pedi. Istri salah seorang korban pembunuhan tersebut memberi kesaksian bahwa salah satu pelaku terlihat mirip dengan anggota Mujahidin Indonesia Timur yang selama ini dicari aparat keamanan.

Kami memahami dilema dan tantangan yang dihadapi penegak hukum dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam memerangi terorisme. Oleh karenanya, kami tetap mengingatkan kepada aparat penegak hukum untuk memastikan langkah–langkah yang menyeluruh dan bermartabat dalam menyikapi masalah ini. Kami khawatir jika penanganan tindak terorisme dilakukan secara reaktif, tidak akan memutus rantai kekerasan yang terjadi. sebagaimana yang pernah terjadi dalam beberapa kasus, seperti kematian Siyono.

Cara – cara penanganan terorisme yang kontroversial, tidak transparan, dan tidak memperhatikan parameter HAM dan aturan hukum yang ada justru akan memicu, menyuburkan atau membuat rantai ekspresi atau tindakan terorisme lainnya. Dalam hal ini aturan penanganan tindak pidana terorisme, secara jelas telah menekankan pentingnya akuntabilitas dalam penindakan terhadap tersangka sesuai dengan prosedur dalam perundang-undangan yang ada, dan penindakan yang menyebabkan kematian tersangka harus dapat dipertanggungjawbakan (Perkap Kapolri No 23/2011 Tentang prosedur penanganan tindak pidana terorisme, pasal 3 huruf e, dan pasal 19, ayat 3).

Di sisi lain, peristiwa yang terjadi di Desa Lembantongoa, Kabupaten Sigi juga harus menjadi titik tolak untuk melakukan audit dan evaluasi atas sistem deteksi dini melalui kerja-kerja intelijen sebagai garda terdepan serta andalan otoritas keamanan dan negara dalam menghadapi tindak pidana terorisme. Selain itu, penting pula dilakukan evaluasi terhadap Operasi Tinombala yang melibatkan TNI-Polri yang telah beroperasi sekitar 5 tahun dan telah diperpanjang sebanyak tiga kali di tahun ini. Perbaikan sistem deteksi dini dengan mengedepankan unsur-unsur akuntabilitas merupakan kunci bagi aparat untuk menggunakan sumber informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam melakukan pencegahan tindak pidana terorisme.

Kita harus mengevaluasi apakah selama ini pemerintah telah menerapkan atau membuat sebuah pencegahan dan penanggulangan yang efektif, terkoordinir yang berkontributif pada upaya kontra terorisme. Hal ini untuk pembelajaran atas kemungkinan kekurangan dan kelalaian baik langsung maupun tidak langsung dalam implementasi kebijakan kontra-terorisme yang selama ini terjadi.

Sementara itu, perumusan yang lebih komprehensif dalam strategi dan pendekatan yang lebih preventif dan mitigatif dalam memerangi terorisme patut dikedepankan. Pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme yang mana Rancangan Perpres Pelibatan TNI sedang dalam pembahasan tidak sepenuhnya tepat. Dengan mengedepankan model perang daripada menempatkan penanganan terorisme dalam koridor sistem peradilan pidana, maka negara akan mencampuradukan organ militer dalam kehidupan sipil, yang berpotensi berakibat pada berbagai pelanggaran HAM dalam jangka panjang. Pemerintah dan DPR harus mampu dengan seksama memastikan bahwa aturan-aturan hukum dalam rancangan Perpres ini tidak terjebak pada situasi barter antara menjamin rasa aman melalui pendekatan keamanan dan menjamin kebebasan fundamental sipil. Jangan sampai panggung keamanan yang digelar baik oleh Polri dan TNI yang mulanya diperuntukkan untuk menjamin rasa aman warga kemudian bisa berubah haluan menjadi tempat di mana kekerasan terus dipelihara, tanpa diikuti dengan ruang pertanggungjawaban dan ganti rugi (pemulihan) apabila ada hak-hak asasi warga yang dijamin secara konstitusional terlanggar.

Berdasarkan hal tersebut di atas, KontraS memberikan sejumlah rekomendasi:

  1. Kepolisian RI dapat segera mengungkap pelaku dan motif pembunuhan dan pembakaran di Sigi dengan memerhatikan prinsip dan parameter hak asasi manusia. Dalam tatanan negara hukum yang demokratis, konsepsi hak asasi manusia telah memberikan standar dan pendekatan yang bisa ditempuh ketika ada atau terjadi pertentangan antara kepentingan publik dan hak seseorang, asas necessitas dan proporsionalitas harus dijadikan ukuran dalam mengatasi masalah tersebut. mekanisme akuntabilitas dalam penangangan kontra-terorisme juga harus menjadi prioritas bila upaya penindakan atau upaya paksa aktor keamanan dikedepankan. Upaya paksa tetap harus mengikuti dan mempertimbangkan standar-standar HAM, khususnya guna mengeliminasi risiko munculnya penyiksaan, salah tangkap, penahanan sewenang-wenang, miscarriage of justice dan pelanggaran HAM lainnya sehingga dalam penerapannya hukum berjalan dengan seimbang. Termasuk perbantuan TNI dalam penanggulangan terorisme harus dipastikan mengacu pada UU TNI tidak boleh bertentangan dengan UU TNI, Pasal 7 ayat (2) dan (3) di mana pelibatan militer harus melalui keputusan politik, memastikan tidak ada tumpang tindih dan tidak merusak kerangka penegakan hukum yang ada, termasuk memastikan revisi UU Peradilan militer harus dilakukan.
  2. LPSK dapat secara aktif memberikan perlindungan, baik secara psikologis maupun hukum, serta menyusun mekanisme pemulihan yang efektif terhadap keluarga korban.
  3. Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah menjamin fasilitas peribadatan yang aman dan nyaman bagi warganya, terkhusus kepada wilayah lokasi teror.
  4. Menko Polhukam, serta Komisi I dan III DPR, memanggil unsur sektor keamanan yakni Kapolri dan TNI untuk melakukan audit dan evaluasi terbuka dari rangkaian pelaksanaan Operasi Tinombala yang selama ini berlangsung agar dapat mengakomodir catatan evaluatif atas penanganan terorisme dan mencegah terjadinya pelanggaran HAM dalam pemberantasan terorisme, bukan hanya terduga pelaku melainkan juga keluarga korban, serta publik secara lebih luas.

Jakarta, 1 Desember 2020

Badan Pekerja KontraS,

Fatia Maulidiyanti

Koordinator

Narahubung:

+6281382544121

 

***

 

 

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *