Kilas Balik Misi Agama Kristen Protestan di Indonesia: Revitalisasi Misi untuk Transformasi dan Kemajuan Bangsa

0
124

Kilas Balik Misi Agama Kristen Protestan di Indonesia: Revitalisasi Misi untuk Transformasi dan Kemajuan Bangsa

Oleh: Merphin Panjaitan.

 

Pendahuluan.

 

Yesus Kristus mendeklarasikan pelayanannya pada hari Sabat di suatu rumah ibadat di Nazaret; pelayanan-Nya di bumi ini adalah untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; membebaskan manusia dari sakit penyakit; membebaskan orang-orang tawanan; membebaskan orang-orang tertindas; dan memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. Lukas 4: 18-19: “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Gereja dimulai dengan Injil Yesus Kristus, kemudian berlanjut dengan pelayanan kasih dan kerja keras yang berlangsung bersamaan dengan berkurangnya perilaku buruk manusia; proses ini secara bertahap membarui masyarakat dan negara, mencegah pembusukan masyarakat dan menggantikan kegelapan dengan terang; berpikir dan beriman, kerja keras dan melayani, setara dan merdeka; Injil Yesus Kristus adalah kasih setia Tuhan untuk menyelamatkan manusia.

Injil Yesus Kristus muncul di tengah bangsa Yahudi, dan pekabarannya pertama ditujukan kepada masyarakat Yahudi; dan ditempat orang menyambut Injil Yesus Kristus, disana terbentuk jemaat-jemaat kecil. Pada awalnya tampak seperti suatu sekte dalam agama Yahudi, karena orang Kristen awal ini masih mengunjungi Bait Allah di Yerusalem. Tetapi terlihat juga perbedaannya dengan Yahudi, karena mereka percaya dan mengajarkan bahwa Yesus dari Nazaret adalah Mesias yang dijanjikan itu. Taurat, Bait Allah dan sinagoge lambat laun menjadi kurang penting bagi orang Kristen. Pemisahan ini semakin jelas terlihat setelah pembunuhan Stefanus. Orang Kristen dianiaya oleh Sanhedrin, dan mereka lari ke berbagai tempat lain; dan dengan jalan ini Injil mulai dikabarkan di luar negeri, pada awalnya kepada orang Yahudi saja, tetapi juga kepada bangsa-bangsa lain. Pertama di Anthiokia, dan di sanalah pengikut Yesus Kristus mulai disebut “orang Kristen”. Dari Anthiokia, Paulus dan Barnabas diutus ke berbagai tempat lain, dan Injil Yesus Kristus tidak terkurung lagi dalam batas-batas adat dan agama Yahudi. Pada masa setelah rasul-rasul, sekitar 70 sampai 140 M, Injil dengan cepat menyebar luas. Segera muncul jemaat-jemaat Kristen di tanah Siria, Asia Kecil, Yunani, Mesir, Mesopotamia, Italia dan di berbagai tempat yang lebih jauh. Dalam perjalanan sejarahnya, Gereja sampai pada ketetapan bahwa pernyataan Tuhan telah diakhiri Perjanjian Baru; Gereja tunduk kepada kuasa yang lebih tinggi dan lebih tua daripada kuasanya sendiri, yakni kuasa Firman Tuhan yang terdapat dalam Alkitab.

Sejak awal kehadirannya, masyarakat Kristen mengalami penghambatan dan penganiayaan; penganiayaan terhebat dalam sejarah Roma dilakukan oleh kaisar Diocletianus dan penggantinya Galerius, dari tahun 303 hingga 311 M; untuk mewujudkan persatuan agama dan politik, kedua kaisar ini berlaku sangat kejam kepada masyarakat Kristen. Perwira dan pegawai Kristen dipecat; semua penduduk Kristen kehilangan haknya dan budak Kristen tidak diberi kesempatan mendapatkan kemerdekaannya kembali. Banyak gedung Gereja dirusak, harta milik jemaat disita; buku-buku Gereja dan Alkitab dibakar; banyak orang Kristen ditangkap, disiksa dan dibunuh; namun demikian Gereja tetap hidup dan tidak binasa; dan akhirnya, sewaktu menghadapi ajalnya, Galerius memberi perintah menghentikan penganiayaan dan penghambatan yang terbukti gagal itu. Pada abad-abad pertama, pekabaran Injil belum diusahakan oleh Gereja secara terorganisir dan tetap; baru pada awal Abad Pertengahan, sekitar tahun 500 M, Gereja Barat mulai menyadari panggilan mengabarkan Injil kepada segala bangsa. Pangkalan pengutusan Penginjil di Eropa terdapat Irlandia; dari sini banyak rahib terpanggil membawa Injil ke banyak negeri di Eropa, seperti Inggris, Skotlandia, Jerman Barat dan bahkan lebih jauh lagi. Melalui paparan ini akan digambarkan bagaimana Injil Yesus Kristus menyebar dari Yerusalem ke Eropa; penyebaran ini menghadapi banyak hambatan dan membutuhkan waktu ber abad-abad. Penyebaran Injil berlangsung didukung oleh banyak orang Kristen yang setia kepada Tuhan Yesus Kristus, dan menjalankan tugas panggilannya. Injil Yesus Kristus mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat Kristen, seperti tumbuhnya persaudaraan Kristiani di dalam jemaat-jemaat, termasuk di antara tuan dan budak. Pada perjalanan sejarah dunia, Injil Yesus Kristus mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan peradaban Barat, terutama pasca Reformasi Protestan; dan peradaban Barat menyebarluaskan kemajuan ini ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.

Pekabaran Injil di Indonesia telah berlangsung selama berabad-abad, dan hasilnya jutaan warga gereja yang berhimpun dalam ratusan organisasi gereja, tersebar di seluruh Indonesia. Warga masyarakat Indonesia banyak yang menjadi pengikut Yesus Kristus, pada awalnya terutama warga masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman, yang jauh dari pusat-pusat peradaban, dan dari sana menyebar ke seluruh wilayah Indonesia. Pemahaman Bersama Iman Kristen Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia pasal 20 menyatakan bahwa Tuhan sendiri menempatkan Gereja di Indonesia untuk melaksanakan tugas panggilannya di tengah bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berdaulat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang diyakini sebagai anugerah Tuhan. Kehadiran gereja-gereja di Indonesia merupakan pengutusan Tuhan sendiri agar gereja-gereja secara aktif mengambil bagian dalam mewujudkan perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan di Indonesia. Injil Yesus Kristus tersebar luas di Indonesia, dan gereja-gereja tumbuh dengan suburnya. Kemajuan ini adalah berkat Tuhan bagi Indonesia, bangsa merdeka yang menyelenggarakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Negara kebangsaan yang demokratis, yang menghormati hak-hak asasi manusia, termasuk hak kebebasan beragama. Kehadiran Injil Yesus Kristus di Indonesia membawa pencerahan bagi bangsa ini; mendorong kemajuan bersama sebagai suatu bangsa yang berjuang untuk kebaikan dan kemajuan bersama. Kehadiran Injil Yesus Kristus di Indonesia adalah berkat Tuhan untuk Indonesia; sayangnya, sekarang ini pekabaran Injil di Indonesia kurang bersemangat; berbagai kelompok masyarakat di berbagai tempat di Indonesia mendiskriminasi dan persekusi masyarakat Kristen. Di berbagai tempat IMB gedung gereja sulit didapat dan Perayaan Natal dilarang; kebebasan beragama dan beribadah menghadapi penghambatan, dan penghambatan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan; kebebasan beragama dan beribadah adalah bagian dari hak asasi manusia, dan pemenuhannya dijamin UUD 1945. Semua ini harus kita hadapi dengan bijaksana; diskriminasi dan persekusi membuat kita menderita, tetapi pekabaran Injil tetap harus kita jalankan; lawan penganiayaan dengan kasih; lawan kejahatan dengan kebaikan; lawan kegelapan dengan Terang Dunia yang dipancarkan Injil Yesus Kristus; Pekabaran Injil di Indonesia perlu dibangkitkan kembali.

Pekabaran Injil di Indonesia.

Pekabaran Injil adalah jawaban Gereja dan orang percaya terhadap panggilan Tuhan, untuk mengabarkan Injil Yesus Kristus kepada semua bangsa, demi Kemuliaan Tuhan dan keselamatan manusia. Siapa percaya dan dibaptis diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya dihukum; para Penginjil mendapat kuasa, dan Pekabaran Injil berlangsung sepanjang masa dan di segala tempat. Tahun 1511: Portugis merebut Malaka, dan menjadikannya pusat kegiatan mereka di Nusantara. Tahun 1522 Portugis mendirikan benteng di Ternate, dan dijadikan pusat kegiatan mereka di Maluku; tahun 1546-1547 Fransiskus Xaverius bekerja di Maluku; tahun 1561 NTT menjadi daerah misi Ordo Dominikan. Tahun 1605 Benteng Portugis di Ambon diserahkan kepada VOC, dan warga Katolik dijadikan Protestan. Disini berlaku hukum “Siapa menguasai negara, dia menentukan agama”. Tahun 1666 VOC membangun benteng di Menado, warga Katolik menjadi Protestan; tahun 1675 seorang pendeta ditempatkan di Menado. Tahun 1677 Belanda merebut pulau-pulau Sangir dan Siau, warga Kristen dijadikan Protestan. Tahun 1799 VOC dibubarkan; tahun 1807 kebebasan beragama mulai berlaku di Hindia Belanda.

Tahun 1820 NZG mengutus rombongan zendeling berjumlah 5 orang. Tahun 1823 Joseph Kam mengunjungi Maluku Selatan. Tahun 1831 Zending menetap di Minahasa, dan tahun 1836 Zending menetap di Kalimantan. Tahun 1843 sejumlah orang Jawa dibaptis di GPI Surabaya. Tahun 1845: Mojowarno didirikan. Tahun 1861 babtisan pertama di Tapanuli Selatan. Tahun 1862 Nommensen tiba di Sumatera. Tahun 1865 RMG mulai bekerja di Nias. Tahun 1866 UZV mulai bekerja di Bali dan Halmahera. Tahun 1878 Seminari Depok dibuka. Tahun 1890 NZG mulai bekerja di Tanah Karo. Tahun 1901 RMG mulai bekerja di Mentawai. Tahun 1927 Huria Christen Batak, yang kemudian berubah menjadi Huria Kristen Indonesia (HKI) berdiri. Tahun 1928 Sumpah Pemuda. Tahun 1931 GKJ dan GKJW mandiri. Oktober 1933 KGPM berdiri. Tahun 1934 GMIM, GKP, dan GKI Jatim mandiri. Tahun 1935 GPM dan GKE mandiri. Juli 1940 HKBP mengadakan “Sinode Kemerdekaan” dan memilih Pendeta K.Sirait menjadi Ephorus yang pertama dari suku Batak. 17 Agustus 1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tahun 1947, GMIT, GKS, GMIST, GT, dan GKST mandiri, dan tahun 1948 pembentukan GPIB. Pada 1860 Kristen Protestan di Indonesia antara 100.000- 120.000 orang, kurang dari 1 % penduduk Indonesia. Masyarakat Kristen Protestan pribumi di Indonesia telah hadir di Maluku, Minahasa, Sangir Talaud, dan NTT. Belum ada masyarakat Kristen pribumi di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Jumlah warga Kristen pribumi di masing-masing wilayah tersebut hanya ratusan orang. Tahun 1938 Kristen Protestan di Indonesia: 1.665.771 orang, sekitar 2,5 % penduduk Indonesia, terdiri dari: GPI: 700.000 orang; HKBP: 415.000; Nias: 125.000; Sangir Talaud: 120.000. Pulau Jawa: 98.000, termasuk GPI: 27.000. Kristen telah menyebar ke seluruh Nusantara. Lebih dari setengah warga Kristen Indonesia tinggal atau berasal dari daerah yang telah menjadi Kristen di masa VOC, dan sepertiga warga Kristen Indonesia adalah anggota gereja-gereja yang lahir dari RMG. Tahun 2010 Penduduk Indonesia: 237,5 juta; penduduk Pulau Jawa: 58% dari penduduk Indonesia; Kristen Protestan diperkirakan sekitar 8 %. Kristen Protestan di Indonesia tahun 1860 kurang dari 1 %, 1938 sekitar 2,5 %, dan 2010 sekitar 8 %.

Fakta di atas memperlihatkan bahwa kehadiran gereja-gereja di Indonesia adalah hasil kerja para Penginjil yang diutus oleh berbagai lembaga penginjilan di Eropa. Gereja bertugas menjalankan Pekabaran Injil; sebaliknya Pekabaran Injil mendirikan gereja; selanjutnya kehadiran gereja di muka bumi ini akan banyak ditentukan oleh kerja keras gereja dalam menjalankan Pekabaran Injil ke semua tempat dan di segala waktu, termasuk di Indonesia. Abad ke-19 dapat disebut sebagai abad Sekularisasi sekaligus abad Pekabaran Injil; sekularisasi yang mengakibatkan kemunduran agama Kristen di Eropa berjalan bersama dengan Pekabaran Injil di benua lain; pekabaran Injil di Indonesia adalah jawaban Gereja dan orang percaya di Eropa terhadap panggilan Tuhan. Abad ke-21 juga dapat disebut sebagai Abad Sending; Sending bergerak dan berkembang di Asia, termasuk di Indonesia, kemudian menyebar ke berbagai benua lain. Kristen Protestan di Jawa juga berkembang dengan cepat; Kristen Protestan di Jawa pada 1900 kurang dari satu perseribu dan 1938 dua perseribu. A.Kruyt (di Mojowarno 1882-1916) menyatakan: Apabila waktu yang ditetapkan Tuhan telah tiba, maka orang banyak bahkan para pembesar pun datang kepada Tuhan, lalu pulau Jawa memasuki masa serba indah dan serba gemilang.

Di Tanah Jawa muncul beberapa orang Penginjil Jawa, antara lain Ibrahim Tunggul Wulung, Kiai Sadrach dan Paulus Tosari, yang menjalankan pekabaran Injil dengan menggunakan budaya Jawa; dan walaupun pengetahuan mereka tentang Kristen masih sedikit, tetapi mereka berhasil menghimpun banyak pengikut, bahkan lebih banyak dari hasil kerja Penginjil dari Eropa. Tunggul Wulung (1803-1885) berasal dari daerah Juwono dekat gunung Muria. Pada masa itu penduduk Jawa Tengah mengalami kesulitan ekonomi, dan Tunggul Wulung berkenalan dengan agama Kristen. Pada tahun 1853 Tunggul Wulung muncul di Mojowarno, dan 2 tahun kemudian ia dibaptis oleh Jellesma. Setelah itu ia mengadakan perjalanan PI ke Pasuruan, Malang, Rembang, kawasan gunung Muria, dan kemudian juga Jawa Barat. Di beberapa tempat ia menjadi perintis jemaat-jemaat Kristen baru. Pada waktu itu, pemerintah Hindia Belanda dan juga para zendeling menilai negatif pekerjaan Tunggul Wulung. Kekristenan Tunggul Wulung dianggap sinkretis dan berisi unsur-unsur Jawa; misalnya, mengobati orang sakit seperti cara dukun, dengan menggunakan Doa Bapa Kami seperti mantera. Pemerintah Hindia Belanda takut penyiaran agama Kristen oleh Tunggul Wulung akan menimbulkan gangguan keamanan; dan para pengikut Tunggul Wulung juga mengharapkan pembebasan dari kerja rodi. Tunggul Wulung memperlihatkan harga diri yang cukup besar, ia tidak mau berjongkok bila berhadapan dengan orang Eropa, apalagi kalau orang tersebut seorang utusan zending. Walaupun menghadapi berbagai hambatan, Tunggul Wulung terus berkeliling menjalankan PI, selama 20 tahun. Dan pada waktu ia meninggal dunia, pengikutnya dalam arti sempit saja ditaksir lebih dari seribu orang.

Agama Kristen Protestan  hadir di Indonesia bukan suatu kebetulan, tetapi sesuai dengan rencana Tuhan untuk kelimpahan berkat bagi Indonesia; keberadaan Gereja di Indonesia sebagai alat Tuhan untuk menyatakan kasih-setia-Nya, yang menjamin kehidupan dan keselamatan manusia. Gereja dan orang percaya berjuang sebagai Garam dan Terang dunia di dalam masyarakat dan negara; melawan korupsi dengan kejujuran; menggantikan ketamakan dengan kecukupan; melawan hedonisme dan kemalasan dengan kerja keras dan kreatifitas; mengubah ketimpangan ekonomi menjadi pemerataan dan keadilan sosial; serta menghadapi kebencian dan permusuhan dengan kasih. Gereja dan orang percaya harus masuk ke masyarakat dan negara untuk mencegah pembusukan dan membawa pencerahan dalam semua bidang kehidupan; garam tidak berfungsi kalau diam saja di tempatnya. Kekacauan nilai dalam masyarakat, terutama tentang apa yang baik dan apa yang buruk, membuat bangsa ini berjalan dalam kegelapan; dan sebagai Terang Dunia, Gereja dan orang percaya harus masuk ke kegelapan tersebut dan meneranginya, walaupun sering ditolak. Masyarakat Kristen, sebagai saksi Yesus Kristus menjadi nurani bangsa; dan berjuang bersama berbagai kelompok masyarakat lain untuk kebaikan bersama; Gereja tidak berhak memaksakan kehendaknya, tetapi Gereja mendapat kuasa untuk mendidik masyarakat menjadi lebih cerdas dan berhikmat. Masyarakat Kristen adalah warganegara Indonesia; yang lahir, hidup dan mati di Indonesia; yang nasibnya banyak ditentukan oleh kondisi masyarakat dan negara Indonesia; dan oleh karena itu harus ikutserta berjuang di semua bidang kehidupan: politik, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta agama dan kepercayaan. Masyarakat Kristen, walaupun sering teraniaya harus tetap hidup dan berjuang sebagai bagian integral bangsa Indonesia; berjuang di semua bidang kehidupan: politik, ekonomi, ilmu, teknologi dan seni, serta agama dan kepercayaan.

Reformasi Protestan Membarui Dunia.

Reformasi Protestan kadangkala disebut sebagai Revolusi Protestan; Reformasi Protestan pada awalnya ditolak oleh Gereja, tetapi diterima oleh banyak kelompok masyarakat di Eropa; Gereja Protestan berkembang di Eropa dan membarui pola pikir dan perilaku masyarakat; Revolusi Protestan membarui masyarakat dan negara di segala bidang kehidupan; kehidupan keagamaan, politik, ekonomi, sosial, ilmu, teknologi, senibudaya, dan seterusnya. Pembaruan ini ikut mendorong Pencerahan di Eropa, yang membangkitkan Revolusi Politik, Revolusi Ilmiah dan Revolusi Industri; Peradaban Barat berkembang dan membawa kemajuan pesat bagi masyarakat dan negara; kemajuan ini menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.

Reformasi Protestan mencetuskan pemikiran kreatif ke dalam sejarah, dan berakibat besar dalam pembaruan dunia; para reformator berpendapat bahwa panggilan sesungguhnya bagi orang Kristen adalah melayani Tuhan di dunia ini; pelayanan Kristen adalah di kota, pasar dan dewan di dunia sekular, bukan isolasi di dalam biara. Pemikiran ini adalah jawaban terhadap kehidupan kekristenan di Abad Pertengahan, yang memiliki sikap antisekular; menganggap penghargaan terhadap kehidupan sekular sebagai kebodohan spiritual, dan sikap ini berakibat selama Abad Pertengahan biara semakin menjauh dari masyarakat luas. Kaum biarawan menyatakan “kita adalah peziarah di dunia dalam perjalanan menuju sorga”; biarawan harus mencari kesunyian, bukan hanya dari dunia, tetapi juga dari manusia lain; kudus di dunia ini, dan keselamatan di dunia yang akan datang. Pemikiran ini ditolak oleh para reformator, dan bersamaan dengan Reformasi Protestan, pusat-pusat perkembangan pemikiran Kristen secara bertahap bergeser dari biara ke tempat-tempat umum; kota-kota besar di Eropa menjadi tempat kelahiran pemikiran baru Kristen. Pergeseran ini terlihat dalam perubahan politik, sosial, ekonomis dan gerejawi, di pusat kebudayaan Barat modern. Teologi Calvin mengungkapkan, bahwa pengenalan akan Allah Sang Pencipta tidak dapat dipisahkan dari pengenalan ciptaan-Nya; masyarakat Kristen diharapkan memperlihatkan penghargaan, keprihatinan dan komitmen pada dunia ini, sebagai bentuk kesetiaan dan cinta kasih kepada Allah; dalam menghormati alam semesta sebagai ciptaan Allah, seseorang sedang menyembah Allah, bukan menyembah alam semesta. Masyarakat Kristen dipanggil bekerja di dunia untuk menyelamatkan dunia; komitmen pada dunia adalah aspek vital dari pelaksanaan ajaran Kristen tentang penyelamatan. Suatu ide yang diterima luas dalam Reformasi adalah bahwa orang Kristen dipanggil untuk melayani Allah di dunia; ide ini dihubungkan dengan ajaran Imamat Am Orang Percaya, yang memotivasi banyak orang untuk mengabdikan diri dalam kehidupan sehari-hari. Para reformator menentang pembedaan dalam Abad Pertengahan, antara “yang suci” dan “yang sekuler”; semua orang Kristen adalah imam dan tugas panggilannya meluas sampai ke kehidupan dunia sehari-hari. Luther menyatakan pokok pikiran ini dengan tegas, “apa yang tampaknya merupakan pekerjaan sekuler, sebenarnya merupakan pujian kepada Allah dan memperlihatkan ketaatan kepada-Nya.

Luther menterjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Jerman, dengan maksud agar setiap pembaca berbahasa Jerman mendapat akses langsung ke sumber otoritas suci; setiap orang Kristen dapat menafsirkan pernyataan-pernyataan dalam Alkitab bagi diri mereka; Luther, Zwingli, dan Calvin menggunakan hak ini dalam merumuskan teologi mereka masing-masing. Revolusi keagamaan Protestan membawa bersamanya sejumlah revolusi politik, yang menegaskan kemerdekaan kerajaan-kerajaan kecil dan negara-negara kota di Jerman yang secara de fakto berdaulat (walau resminya mereka masih merupakan bagian dari “Kekaisaran Romawi Bangsa Jerman”); namun tidak disertai dengan revolusi sosial. Luther berpendapat bahwa Gereja Lutheran seharusnya tidak campur tangan dalam dunia politik; menurut Luther, politik merupakan bagian dari wewenang sekuler di negara-negara Lutheran. Pandangan Calvin tentang hubungan antara gereja dan negara berbeda dengan Luther. Calvin menuntut agar pemerintahan negara-kota Jenewa dijalankan menurut standar Gereja. Persyaratan ini mengakibatkan pembuangan Calvin dari Jenewa pada tahun 1538. Namun pada tahun 1541, ia dipanggil kembali dengan sambutan hangat; dan, sejak itu hingga kematiannya pada tahun 1564, Calvin menerapkan pandangannya di Jenewa.

Perjuangan kesetaraan manusia di era modern, dimulai di Barat pada Abad Ke-16. Martin Luther memulainya dengan doktrin Imamat Am Orang Percaya, 1 Petrus 2: 9. Suatu ide yang diterima luas dalam Reformasi adalah bahwa orang Kristen dipanggil untuk melayani Allah di dunia. Ide ini memberi motivasi bagi banyak orang untuk mengabdikan diri dalam kehidupan sehari-hari. Luther mengembangkan ajaran Imamat Am Orang Percaya”, dalam risalahnya yang terkenal pada tahun 1520, menyatakan kepada para Pangeran Bangsa Jerman: Hanya isapan jempol, bahwa paus, uskup, imam, dan biarawan disebut tingkatan spiritual, sementara pangeran, raja-raja, tukang dan petani disebut tingkatan temporal. Semua orang Kristen benar-benar dari tingkatan spiritual dan tidak ada perbedaan di antara mereka, kecuali dalam soal jabatan. Semua orang Kristen adalah imam-imam yang telah dikuduskan melalui baptisan, seperti yang dikatakan oleh Rasul Petrus dalam I Petrus 2: 9: Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib. Luther berpegang teguh, bahwa perbedaan itu hanya dalam hal jabatan, bukan status. Perbedaan ini kosong dan tidak berarti, suatu rekaan manusia, bukan suatu ketetapan Allah; semua orang Kristen benar-benar dari tingkatan spiritual, dan tidak ada perbedaan di antara mereka, kecuali dalam hal fungsi; tidak ada perbedaan status antara orang awam dan imam, antara pangeran dan uskup, perbedaannya hanya dalam fungsi dan pekerjaan.

Thomas Paine dalam bukunya berjudul Daulat Manusia, mengungkapkan bahwa hak kodrati manusia perlu dilacak sampai ke saat penciptaan manusia, yaitu prinsip Ilahi bahwa hak kodrati manusia adalah sama, sebab persamaan itu berasal dari Pencipta manusia. Semua manusia hanya memiliki satu derajat, oleh karena itu semua manusia dilahirkan sama dengan hak kodrati yang sama, seolah-olah setiap generasi adalah ciptaan Tuhan, dan sumber kehidupan setiap bayi adalah Tuhan sendiri. Generasi yang satu dihubungkan dengan generasi selanjutnya bukan oleh keturunan tetapi oleh penciptaan Tuhan. Hak-hak kodrati manusia diterima oleh setiap manusia dalam kualitas dan kuantitas yang sama, langsung dari Tuhan, melalui penciptaan, bukan melalui keturunan. Konsekwensi dari pemikiran ini, hak-hak kodrati manusia tidak ada hubungan dengan garis keturunan. Paine juga mengungkapkan bahwa salah satu kejahatan besar yang dilakukan oleh semua Pemerintah di Eropa adalah menjauhkan manusia dari Penciptanya. Thomas Paine mengungkapkan, bahwa semua sejarah penciptaan, menurut tradisi, meski berbeda pendapat atau kepercayaan, sepakat mengenai satu hal: semuanya percaya pada the unity of man, kesatuan manusia, adalah manusia semuanya hanya memiliki satu derajat, dan karena itu semua manusia dilahirkan sama dan dengan hak-hak kodrati yang sama, sama seperti seolah-olah generasi demi generasi berlanjut melalui penciptaan, dan bukan melalui keturunan, karena keturunan hanyalah cara penciptaan dilanjutkan. Karena itu, sumber kehidupan setiap bayi yang lahir ke dunia adalah Tuhan. Bagi bayi yang baru lahir, dunia ini sama barunya seperti halnya bagi manusia yang pertama-tama ada di dunia, dan hak-hak kodrati bayi sama dengan hak-hak kodrati manusia yang pertama itu, sesuai dengan Kisah Penciptaan dalam Kejadian 1: 26-27. Hak kodrati adalah hak yang senantiasa melekat pada manusia karena ia manusia. Di antara hak ini adalah hak intelektual, atau hak berpikir, dan hak untuk bertindak sebagai individu untuk mencari kenyamanan dan kebahagiaan bagi dirinya, asalkan tidak merugikan hak-hak orang lain. Dari pemikiran di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: manusia mempunyai derajat yang sama, yaitu derajat manusia, dengan hak kodrati yang sama. Manusia mendapat derajat dan hak yang sama ini bukan karena keturunan, tetapi langsung dari Tuhan Sang Pencipta, sama seperti manusia yang pertama. Hak kodrati manusia, yang kemudian disebut hak asasi manusia antara lain hak hidup, hak kebebasan, hak milik, dan hak mengejar kebahagiaan. Kesamaan derajat manusia juga berakibat, dalam kehidupan bermasyarakat semua manusia berhak ikut serta menentukan kehidupan bersama itu, dan untuk itu semua manusia berhak menyampaikan pemikiran dan kepentingannya dalam kehidupan bersama. Kondisi seperti itu hanya dapat terwujud kalau manusia mempunyai hak kebebasan, antara lain kebebasan berpikir, berkeyakinan dan mengemukakan pendapat di muka umum. Kejadian 1: 26-27, yang dikutip oleh Thomas Paine, mengambarkan kesederajatan manusia sebagai gambar Allah.

Damai Sejahtera Manusia.

Dunia penuh dengan pertikaian antar berbagai pihak yang saling membenci dan bermusuhan; menghabiskan banyak waktu, tenaga dan sumberdaya untuk kondisi buruk yang memalukan ini; sesama manusia yang diciptakan Tuhan menurut gambar-Nya, justru mempertontonkan pola pikir dan perilaku jahat yang mengedepankan hukum mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Persaudaraan sesama manusia dilupakan; kebencian dan permusuhan dikobarkan; dan nyawa manusia dibuat tidak berharga. Banyak dari kita lupa, bahwa kehidupan ini pemberian Tuhan kepada manusia untuk digunakan melayani Tuhan, melayani sesama manusia dan seluruh ciptaan. Perilaku liar ini mengedepankan sisi buruk dari kemanusiaan kita, memperlakukan manusia lain sebagai musuh; dan mengangkat diri sendiri sebagai hakim yang secara sepihak menjatuhkan hukuman kepada lawan-lawannya, kalau perlu dengan menumpahkan darah mereka. Masyarakat manusia sering memendam sikap saling curiga; menumbuh-kembangkan kebencian dan permusuhan antar berbagai kelompok masyarakat; antara masyarakat dengan negara, antar negara dan antar peradaban.

Berbagai kelompok masyarakat berbeda lebih suka mengobarkan kebencian dan permusuhan, dari pada kerjasama untuk kebaikan bersama; konflik dengan kekerasan antar berbagai kelompok masyarakat sering terjadi; tawuran massal dapat kita lihat di televisi hampir setiap hari, baik di kota maupun di desa; tawuran massal terjadi karena banyak warga masyarakat tidak mau menyelesaikan perselisihan mereka dengan cara yang damai. Konflik dengan kekerasan sering terjadi di Indonesia, dan penyebabnya antara lain perbedaan suku, agama, golongan dan kepentingan; konflik ini merusak keharmonisan hidup bersama yang sebelumnya sering menjadi kebanggaan kita, sebagai masyarakat yang ramah dan saling peduli; masyarakat gotongroyong yang suka kerja bersama, bantu membantu dan tolong menolong untuk kebaikan bersama. Masyarakat yang tadinya hidup dalam persaudaraan, tiba-tiba berubah menjadi penuh kebencian dan permusuhan; bencana sosial ini terjadi justru pada masa kehidupan politik yang demokratis dan ekonomi yang lebih baik; dalam berbagai bidang kehidupan, seperti politik dan agama, kebencian dan permusuhan tiba-tiba berkobar lepas kendali; masyarakat tiba-tiba menjadi pemarah, yang siap memarahi dan memusuhi siapa saja, tanpa alasan yang rasional. Tampaknya kedewasaan kita sebagai suatu bangsa, yang telah memilih untuk hidup bersama dalam negara Republik Indonesia belum cukup matang. Kita masih terlalu sering menggunakan konflik dengan kekerasan untuk menyelesaikan berbagai persoalan, yang seharusnya dapat diselesaikan dengan damai; gangguan dan ancaman terhadap kebebasan beragama dan beribadah masih sering terjadi, walaupun UUD 1945 menjamin pemenuhan hak kebebasan beragama dan beribadah.

Kebebasan beragama dan beribadah adalah hak setiap orang; hidup sesuai dengan keyakinan agama atau kepercayaan; mengamalkan dan mengkomunikasikan agama atau kepercayaannya kepada orang lain; memilih agama atau mengganti agamanya. Kebebasan beragama berarti negara tidak boleh memaksa sesorang untuk menganut agama tertentu, atau memaksa penganut agama untuk melaksanakan ajaran agamanya; kebebasan beragama adalah tuntutan manusia kepada semua lembaga kemasyarakatan dan kenegaraan. Negara harus menjamin kebebasan beragama; negara harus menjamin hak kebebasan seseorang untuk beragama atau tidak beragama; menjalankan ibadah agama dan menyebarluaskan ajaran agama, atau mengganti agama yang dianutnya. Kebebasan beragama dan berkepercayaan adalah bagian dari hak kebebasan yang harus dijamin dalam negara demokrasi, karena salah satu fungsi negara adalah menjamin pemenuhan hak asasi manusia. Seseorang atau sekelompok orang harus dijamin hak kebebasannya untuk beribadah dimanapun mereka mau melaksanakannya, sepanjang tidak mengganggu ketertiban umum; apakah beribadah di rumah tinggal, taman, lapangan terbuka, atau tempat-tempat umum lainnya.

Tuhan memimpin manusia dalam perjuangan menghapus kebencian dan permusuhan; mencegah konflik dengan kekerasan; mewujudkan dunia yang damai dan adil; memberi kecukupan bagi semua; dan memelihara kelestarian lingkungan. Tuhan memanggil semua orang ambil bagian dalam menghadirkan Kerajaan Sorga di bumi. Tuhan menghendaki manusia untuk saling mengasihi, dan hidup bersama dalam persaudaran sebagai mahkluk ciptaan Tuhan. Semangat persaudaraan didasari pengakuan bahwa semua manusia bersaudara, dan pengakuan ini diwujudkan dalam pola pikir dan perilaku semua bertanggung jawab untuk semua; semua manusia mampu berbagi rasa dan berbagi beban; Sikaya memberikan sebagian kekayaannya membantu Simiskin; Sikuat menggunakan kekuatannya menolong Silemah; Sipenguasa menggunakan kekuasaannya membantu yang tidak kuasa: dan orang sehat mengurus yang sakit.

Perdamaian adalah perwujudan dari semangat persaudaraan dalam kehidupan bersama di muka bumi; membutuhkan sikap saling percaya di dalam masyarakat dan negara, serta sikap saling percaya antar negara; sikap saling percaya hanya akan tumbuh dan berkembang di tengah masyarakat manusia yang dapat duduk bersama, membuka dialog yang tulus dan bertanggungjawab atas berbagai masalah bersama. Orang percaya harus selalu membangkitkan sikap saling mempercayai antar berbagai kelompok masyarakat, sebagai ganti sikap saling membenci dan bermusuhan; dan saling peduli antar berbagai kelompok masyarakat, antara masyarakat dan negara, antar negara dan antar peradaban yang berbeda. Perdamaian dapat diwujudkan kalau mata rantai kebencian dan permusuhan diputus; hukum mata ganti mata dan gigi ganti gigi harus dihentikan, karena kalau hukum mata ganti mata tetap berlaku, pada akhirnya semua orang menjadi buta; dan kalau hukum gigi ganti gigi tetap berlaku, pada akhirnya semua orang menjadi ompong. Tentu kumpulan manusia buta dan ompong ini tidak diharapkan, dan oleh karena itu pilihan yang terbaik adalah masyarakat dan negara yang damai. Yesus Kristus menghendaki hukum mata ganti mata dan gigi ganti gigi dihentikan, dan diganti dengan Hukum Kasih. Sebagai sesama manusia ciptaan Tuhan, manusia harus mampu berdamai dengan sesamanya, dan perdamaian membutuhkan kesetaraan, kebebasan, toleransi dan dialog dalam semangat persaudaraan. Perdamaian dan kebebasan harus hadir bersama-sama; di mana tidak ada kebebasan, tidak ada perdamaian; dan sebaliknya di mana tidak ada perdamaian, tidak ada kebebasan. Di mana tidak ada perdamaian, kebebasan ditindas, dan penindasan tidak membutuhkan dialog, tetapi senjata. Kombinasi perdamaian, kebebasan dan pertanggungjawaban dalam negara demokrasi akan membuahkan keadilan; perjuangan dalam negara demokrasi menggunakan kebebasan, dan kebebasan menuntut pertanggungjawaban. Manusia menggunakan hak kebebasan secara bertanggungjawab, bergerak bersama-sama memperjuangkan keadilan bagi rakyat seluruhnya; interaksi antar manusia: antar berbagai kelompok masyarakat dan antara masyarakat dan negara hendaknya berlangsung dalam kondisi setara, bebas, toleran, saling menghormati, adil dan demokratis.

Memperkuat Sekolah Alkitab Dan Mengutus 100.000.
Penginjil Ke Seluruh Nusantara, Terutama Ke Wilayah
Tukang Diskriminasi Dan Penganiaya Masyarakat Kristen.

Kesederajatan dan kebebasan manusia adalah bagian utama dari hak asasi manusia, yang menjadi dasar demokrasi; kesederajatan manusia menolak diskriminasi dan kebebasan manusia membutuhkan toleransi; kebebasan beragama dan beribadah membutuhkan jaminan dari negara dan toleransi dari masyarakat; di tempat–tempat tertentu di Indonesia, nilai-nilai ini sering diabaikan. Berbagai kelompok masyarakat masih sering menghambat kebebasan beragama dan beribadah di wilayahnya; penghambatan ini adalah suatu kejahatan terhadap kemanusiaan; kejahatan ini harus dilawan karena menghambat pemenuhan hak asasi manusia dan konstitusi negara; lawan penganiayaan dengan menyampaikan Kabar Baik kepada mereka; lawan penghambatan terhadap kebebasan beragama dan beribadah dengan mengabarkan Injil Yesus Kristus kepada mereka; dan untuk itu utus para Penginjil ke wilayah yang masyarakatnya suka menganiaya masyarakat Kristen.

Injil Yesus Kristus adalah Kasih Setia Tuhan kepada manusia; membarui dunia ini menjadi damai, adil, sejahtera dan lestari; melawan ketidakadilan dengan keadilan; melawan kemalasan dan dengan kerja keras; menerangi kegelapan dengan terang-Nya; melepaskan manusia dari perangkap egoisme, hedonisme dan mammonisme. Dan untuk mewujudkan ini semua, kita perlu membangkitkan kembali gerakan pekabaran Injil di Indonesia; kita perlu memperkuat Sekolah Alkitab di seluruh Indonesia; kita juga perlu mendirikan Yayasan Beasiswa Untuk Pelajar Sekolah Alkitab dan Yayasan Pekabaran Injil dalam jumlah besar di seluruh Indonesia.

Strategi pekabaran Injil kita ubah, dari Defensive Reactive Strategy menjadi Offensive Initiative Strategy; dan untuk itu saya tawarkan gagasan sebagai berikut: dalam 10 tahun kita mengutus 100.000. Penginjil ke seluruh Nusantara, terutama ke wilayah yang masyarakatnya suka mendiskriminasi dan menganiaya masyarakat Kristen. Di semua wilayah yang menolak kehadiran Gereja, kita datangkan banyak Penginjil untuk memberitakan Injil Yesus Kristus kepada mereka; masyarakat yang memusuhi orang Kristen juga berhak mengenal dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat manusia; Tuhan mengasihi semua manusia, termasuk manusia yang memusuhi Gereja; Tuhan berkehendak menyelamatkan manusia, termasuk manusia yang sebelumnya tidak percaya kepada-Nya; semua manusia adalah ciptaan dan milik Tuhan sendiri.

Dalam 10 tahun ke depan, kita perlu mengutus 100.000. Penginjil ke seluruh Nusantara, terutama ke wilayah yang masyarakatnya suka mendiskriminasi dan menganiaya masyarakat Kristen. Dan untuk ini, dalam 10 tahun itu, kita perlu mendirikan 10.000. Yayasan Beasiswa Untuk Pelajar Sekolah Alkitab dan 10.000. Yayasan Pekabaran Injil; Yayasan Beasiswa ini berfungsi mencari calon Penginjil dari kalangan murtadin yang siap belajar di Sekolah Alkitab selama 1 tahun; setelah itu, Yayasan Pekabaran Injil akan mengutus mereka kembali ke keluarga dan masyarakatnya sebagai Penginjil; kepada semua Penginjil diberi wewenang melakukan Sakramen Baptisan, dan juga menerima honor yang layak. Penginjil ini melanjutkan profesinya sebelum masuk Sekolah Alkitab, misalnya sebagai sebagai petani, atau nelayan, atau pedagang, atau profesi lainnya. Dalam 10 tahun, 100.000. orang murtadin yang telah menyelesaikan pelajarannya selama 1 tahun di Sekolah Alkitab, kembali ke keluarga dan masyarakatnya sebagai Penginjil; menjalani kehidupan sehari-hari bersama masyarakatnya, menjalani suka duka kehidupan bersama-sama; bantu membantu dan tolong menolong untuk kebaikan bersama. Para Penginjil ini menjadi Penginjil sekaligus menjadi pembawa pembaruan di tengah-tengah masyarakatnya; bukan mustahil di antara mereka ada yang kemudian menjadi memimpin informal; atau terpilih menjadi kepala desa; atau menjadi petani atau pedagang sukses.

Kerja besar ini diharapkan membangkitkan kembali gerakan pekabaran Injil di Indonesia; dan kalau gerakan ini berhasil, diharapkan pada tahun 2045 diskriminasi dan penganiayaan kepada masyarakat Kristen berhenti; nilai kesederajatan manusia dan kebebasan terwujud dalam kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan; pola pikir dan peri laku kebencian dan permusuhan menghilang; demokrasi prosedural meningkat menjadi demokrasi substansial; pemerataan ekonomi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terwujud; dan bukan mustahil seorang warganegara Indonesia penganut agama Kristen Protestan terpilih menjadi Presiden RI.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here