Hari Pangan Sedunia 2023 Fokus pada Lingkungan dan Pertanian, Agrokonservasi Guna Meningkatkan Hasil Pertanian dengan Pelestarian Lingkungan Dampak Perubahan Iklim

0
153

Hari Pangan Sedunia 2023 Fokus pada Lingkungan dan Pertanian, Agrokonservasi Guna Meningkatkan Hasil Pertanian dengan Pelestarian Lingkungan Dampak Perubahan Iklim

 

Jakarta, Pilarnkri.com

 

Dalam perayaan Hari Pangan Sedunia, kita memandang ke depan dan merayakan pencapaian besar yang telah diraih oleh seorang pionir dalam bidang lingkungan dan pertanian berkelanjutan, Dr. Ir. Nugroho Widiasmadi. Beliau, seorang Dosen di Universitas Wahid Haysim Semarang, telah diakui dengan prestisius “Kalpataru 2023” dalam kategori Pembina Lingkungan.

Penghargaan Kalpataru 2023 adalah pengakuan atas dedikasi luar biasa Dr. Nugroho dalam upaya pelestarian lingkungan. Penghargaan ini menjadi cerminan dari kontribusinya yang tak terhitung jumlahnya dalam mengatasi tantangan serius yang dihadapi oleh planet kita.

Dr. Nugroho telah memainkan peran kunci dalam memerangi degradasi sumber daya air dan tanah, yang memiliki dampak signifikan pada ketahanan pangan dan kesehatan lingkungan. Ini adalah tantangan yang mempengaruhi kita semua, dan penghargaan ini adalah pengakuan atas perjuangan berkelanjutan beliau untuk mencari solusi yang berkelanjutan.

Prestasi Dr. Nugroho dalam upaya pelestarian lingkungan tidak hanya terbatas pada penghargaan ini. Beliau juga telah meraih penghargaan “Dosen Berprestasi Nasional” pada tahun 2007, yang menegaskan komitmennya pada bidang lingkungan dan pertanian.

Salah satu inovasi terbesar yang dikembangkan oleh Dr. Nugroho adalah Teknologi Biosoildam MA-11. Teknologi ini memiliki tujuan mulia, yaitu untuk mengkonsevasi tanah dan air dengan biaya terjangkau dan efisien. Inovasi ini dapat diaplikasikan dalam berbagai kondisi lahan, termasuk lahan tambang, lahan tandus, dan lahan yang tercemar oleh pupuk dan pestisida kimia.

Tidak hanya itu, melalui riset yang terintegrasi, Dr. Nugroho berhasil menciptakan konsep Agrokonservasi dengan menggunakan Teknologi Biosoildam MA-11. Konsep ini memberikan harapan untuk petani, terutama kelompok tani, dalam meningkatkan hasil panen pertanian mereka sambil menjaga keberlanjutan lingkungan dan daya dukung tanah.

Dalam situasi global saat ini, di mana perubahan iklim, tekanan ekonomi, dan dampak pandemi Covid-19 mempengaruhi hidup kita, Teknologi Biosoildam MA-11 yang dikembangkan oleh Dr. Nugroho memiliki potensi besar untuk mengatasi berbagai tantangan ini. Teknologi ini mampu menghadapi cuaca ekstrem, mengurangi tekanan ekonomi global, dan mendukung pemulihan ekonomi di tingkat desa.

Penerapan Teknologi Biosoildam Total Organik MA11 telah diterapkan di semua Provinsi sejak 2012 yang hasilnya telah dirasakan dengan peningkatan produksi panen 150 sd 300 % dan penekanan biaya sampai 50 % dibanding dengan pupuk kimia . Dua tahun terakhir ini juga untuk mendukung Program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (Gernas PIP) oleh Bank Indonesia.
Teknologi Total Organik ini yang mampu membuat Petani Mandiri secara teknis sudah terbukti berhasil dan menyebar namum belum masif karena Pemerintah Pusat dan Daerah belum maksimal menerimanya karena masih berorientasi pada proyek pupuk kimia.
Namun dengan kondisi saat ini seperti adanya Perubahan Iklim, tekanan ekonomi global maka telah memaksa semua negara wajib mandiri pangan , dan Biosoildam Total Organik MA11 adalah jawabnya, karena Cepat, Hemat dan Terukur bisa dikerjakan semua petani, tinggal menunggu dukungan penuh dari Pemerintah.

Penghargaan Kalpataru 2023 untuk Dr. Nugroho adalah pengakuan atas kontribusi luar biasa dalam pelestarian lingkungan dan pertanian berkelanjutan. Semoga prestasinya menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk terlibat dalam upaya pelestarian lingkungan dan ketahanan pangan.

Kita semua diundang untuk merayakan prestasi Dr. Nugroho dan bergabung dengannya dalam perjuangan menjaga lingkungan dan mendukung ketahanan pangan. Bersama, kita bisa menciptakan dunia yang lebih hijau dan berkelanjutan.

“Kalpataru 2023”: Meningkatkan kesadaran lingkungan
Bersama Dr. Nugroho: Menuju dunia yang lebih hijau dan berkelanjutan

Selamat Hari Pangan, Maaf RI Masih Dijajah Dunia!

Hari Pangan Sedunia, yang jatuh pada tanggal 16 Oktober 2023, adalah momen yang bersejarah dalam memperingati pendirian Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO).
Pada hari yang sama, Presiden Joko Widodo, atau Jokowi, menyampaikan pandangannya tentang tahun 2023 sebagai tahun yang penuh tantangan, bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi dunia. Kenaikan suhu bumi yang memicu El Nino panjang menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi ketersediaan pangan global.
Jokowi mengungkapkan bahwa Indonesia telah melakukan upaya antisipasi dengan persiapan cadangan beras yang memadai. Seiring waktu, infrastruktur yang diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan telah dibangun, termasuk waduk, ribuan embung, dan jaringan irigasi. Namun, tantangan yang dihadapi, terutama dalam situasi El Nino, masih mengandalkan impor sebagai solusi.
Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, sebelumnya telah mencatat bahwa impor pangan Indonesia mencapai angka yang signifikan, diperkirakan mencapai Rp300 triliun. Megawati juga mencermati peningkatan impor gandum yang telah mencapai 28% konsumsi pada tahun 2022.
Indonesia memiliki sumber pangan lainnya, seperti jagung, hanjeli, pisang, sagu, singkong, talas, dan ubi jalar, yang dapat menjadi alternatif. Tetapi ketergantungan pada impor pangan, terutama gandum, masih tinggi.

Dr.Ir. Nugroho Widiasmadi Mengatakan Kebijakan Ketahanan Pangan harus dimulai dengan Pembangunan ekosistem berkelanjutan, yang meliputi variael tanah, air dan udara, sehingga jaminan akan : Kesehatan dan Kesuburan elemen tersebut akan memberikan buah hasil tanaman yang baik untuk dimakan dari generasi ke generasi.

Di negara kita telah terjadi degradasi lahan akibat pemakaian pupuk dan pestisida berlebihan sejak revolusi huijau tahun 1970 sampai saat ini.

Keberpihakan pemerintah terhadap sumber daya yang berkelanjutan untuk kemandirian tidak diperhatikan , alih alih menambah cabang kerusakan dengan ekploitas tambang yang tarus menggila, alih fungsi lahan, ketergantungan impor dll sehingga menjadi potret gelap dalam dunia pangan. Akibatnya bisa kita rasakan saat ini : tekanakan ekonomi, perubahan iklim global memaksa semua elemen tumbang karena negara kita tidak siap.
Mengatasi krisis pangan terutama beras tidak dengan impor atau buat program “kagetan” seperti program “Pendamping Beras” dengan sumber lain seperti ubi, pisang dll. Percuma saja kalau tanahnya terus dirusak dan diracun atau masih ketergantungan dengan pupuk kimia, itu hanya memindahkan masalah ke tempat lain. Sebaiknya Pemerintah mulai serius menyelamatkan ketahan pangan dengan kebijakan fundamental ciptakan kantong / lumbung papuk & lumbung pakan untuk mengisi lumbung pangan. Semua komponen ini ada di desa, dengan Teknologi Biosoildam MA-11 semua dapat diwujudkan dengan cepat , mudah dan terukur.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa impor bahan pangan Indonesia mencapai US$ 16,09 miliar atau sekitar Rp 248,63 triliun pada tahun 2022. Impor pangan terbesar termasuk gandum, gula, kedelai, susu, daging, dan buah-buahan. Negara-negara seperti Australia, Kanada, Brasil, Argentina, dan Ukraina menjadi penyuplai utama gandum.
Perlu dicatat bahwa Indonesia harus mengimpor gandum karena tidak memproduksinya sendiri, meskipun mie instan yang sangat populer di Indonesia terbuat dari gandum.
Impor gula juga mencapai angka yang besar, hampir US$ 3 miliar atau sekitar Rp 46,35 triliun. Impor kedelai juga signifikan, dengan RI hanya memproduksi 200 ribu ton per tahun pada 2021, jauh di bawah kebutuhan. Kedelai digunakan dalam makanan seperti tempe dan tahu, yang sangat disukai oleh masyarakat Indonesia.
Sebanyak 80% kebutuhan susu Indonesia masih bergantung pada impor, mencapai US$ 1,31 miliar atau sekitar Rp 20,24 triliun. Meskipun ada potensi produksi lokal, beberapa bahan pangan, seperti buah-buahan, kedelai, bawang putih, jagung, dan garam, masih diimpor dalam jumlah besar.
Pemerintah Indonesia telah mengambil inisiatif dengan program Food Estate yang dirancang untuk mengantisipasi krisis pangan. Namun, program ini masih menghadapi sejumlah kendala, termasuk sumber daya petani dan lahan yang dibutuhkan.
Presiden Jokowi mengakui bahwa mengembangkan Food Estate di berbagai wilayah bukan tugas yang mudah. Keberhasilan dalam panen biasanya baru terjadi pada tanaman keenam atau ketujuh, menggarisbawahi kompleksitas tantangan di lapangan.
Meskipun program ini menghadapi berbagai permasalahan, pemerintah berkomitmen untuk melakukan evaluasi dan perbaikan guna mencapai hasil yang diharapkan. Kolaborasi lintas kementerian menjadi kunci dalam upaya menjaga ketahanan pangan Indonesia.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here