MARAPI: “DPR Perlu Sangat Berhati-hati Membahas Perpres Pelibatan TNI”
Papua, Pilarnkri.com
“Saat ini Komisi III DPR masih melakukan pengkajian (terhadap Rancangan Perpres Peli- batan TNI dalam menangani aksi terorisme). Kami memandang perlu masukan dari pemangku kepentingan sebanyak mungkin masukan agar Perpres ini sesuai dengan aspirasi masyarakat” demikian pernyataan H. Arsul Sani, S.H., M.Si, politikus yang saat ini menjadi anggota DPR-RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam Webinar yang berte- makan “Pelibatan TNI Dalam Penanganan Aksi Terorisme”. Webinar ini diselenggarakan oleh MARAPI Consulting & Advisory dengan Program Studi Hubungan Internasional- FISIP Universitas Cenderawasih, Papua, pada 27 Oktober 2020 dengan menghadirkan pe- serta dari berbagai kalangan dan narasumber dari DPR-RI, Akademisi dan Pemerhati Refor- masi Sektor Keamanan.
Dalam paparannya, Asrul Sani mengingatkan bahwa politik hukum Indonesia telah menetapkan terorisme dalam ranah tindak pidana yang berbasis pada sistem penegakan hukum pidana yang terintegrasi (integrated criminal justice system), bukan sistem militer atau sistem keamanan internal (Homeland security). Dengan demikian yang harus dirumus- kan adalah pelibatan TNI dalam konteks yang seperti apa dan kerangka kebijakan yang bagaimana. “Kami menginginkan pelibatan TNI yang proporsional dalam penindakan, be- rada di bawah koordinasi BNPT. Intinya kita harus berhati-hati agar tidak memberikan cek kosong yang melanggar Undang-undang,” ungkap Asrul.
Akademisi Program Studi Hubungan Internasional, Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, S.IP., M.IPol, dalam paparannya menyatakan bahwa peran TNI dalam Kontra-terorisme harus dibatasi. “Harus ada Batasan jelas bagi TNI jika dilibat- kan dalam penanganan terorisme. Kami di Papua punya pengalaman yang berbekas dan menimbulkan trauma akibat tindakan aparat yang melampaui batas. Kami mendukung dengan catatan perlu dibatasi, sebagai perbantuan dan bukan kegiatan operasi yang per- manen,” demikian pernyataan Marinus dalam pembukaan paparannya.
Dalam penutupan paparannya Marinus menyatakan bahwa pembahasan rancangan Perpres harus terbuka atas masukan dari berbagai pihak, termasuk dari masyarakat Papua. Marinus menegaskan bahwa operasi TNI yang ditetapkan dengan tidak berhati-hati akan men- imbulkan masalah karena doktrin TNI yang kill or to be killed sangat berbeda dengan penegakan hukum oleh aparat kepolisian. Menurut Marinus, “mekanisme pelibatan harus ber- dasarkan eskalasi ancaman yang melampaui kapasitas kepolisian (beyond police capacity), diputuskan oleh Presiden untuk menguatkan peran otoritas sipil, diatur dengan jelas batasan waktu dan ruang lingkup perbantuannya.” Marinus mengingatkan bahwa operasi TNI harus melibatkan satuan organik lokal, karena berdasarkan pengalaman di Papua banyak kekera- san dilakukan oleh non organik lokal karena mereka tidak memahami pendekatan yang tepat di tengah masyarakat.
Beni Sukadis, M.Sos. aktivis, peneliti dan pendiri MARAPI Consulting & Advisory yang juga menjadi pembicara menggaris bawahi perlunya pelibatan TNI untuk konsisten dengan Undang-undang TNI dan tetap menjaga profesionalitas TNI dan disertai dengan pengawasan yang ketat.
***
WEBINAR KE 4 DALAM RANGKA PERINGATAN HARI TNI “PELIBATAN TNI DALAM KONTRA TERORISME”
PENYELENGGARA: MARAPI CONSULTING & ADVISORY BEKERJASAMA DENGAN DEPARTEMEN HUBUNGAN INTERNASIONAL, FISIP UNIVERSITAS CENDRAWASIH, PAPUA
Narasumber:
H. Arsul Sani, S.H., M.Si, Anggota Komisi III DPR RI
Marinus Yaung, S.IP., M.IPol, Akademisi FISIP, Universitas Cenderawasih, Beni Sukadis, MSos, Peneliti & Pendiri MARAPI
***
(Ben)